Semarang, KMN – Ahmad Zuhdi ,63, Guru Madrasah Diniyah (Madin) Roudhotul Mutaalimin di Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, harus menghadapi tuntutan denda sebesar Rp25 juta larena diduga menampar seorang murid di kelas.
Tak hayal kasus ini jadi viral di jagat maya dan menimbulkan pro kontra ditengah-tengah masyarakat. Di satu sisi ada yang menilai aksi oknum guru tersebut adalah wajar, namun ada juga yang menyalahkan.
Apapun masslahnya guru tidak boleh main fisik di lingkungan sekolah, segala bentuk perbuatan murid/siswa mesti dihadapi secara terdidik pula.
Dilansir dari KOMPAS.com, menanggapi hal itu Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen datang menemui oknum guru Zuhdi untuk mendengar langsung penjelasannya, Sabtu (19/7). Hingga dapat ditentukan langkah apa yang harus diambil kedepannya.
Menurut pengakuan Zuhdi, peristiwa itu terjadi pada April 2025 saat dirinya tengah mengajar. Seorang murid dari kelas lain melempar sandal yang mengenai pecinya. Karena emosi, Zuhdi kemudian menampar murid yang ditunjuk teman-temannya sebagai pelaku.
Ia mengakui tindakannya dan menyebut tamparan tersebut tidak bertujuan untuk melukai, melainkan sebagai teguran mendidik. Permintaan maaf pun sudah ia sampaikan kepada orangtua murid.
Namun, tiga bulan setelah kejadian, Zuhdi didatangi lima pria yang mengaku dari sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka meminta uang damai sebesar Rp 25 juta dengan alasan kasus telah dilaporkan ke kepolisian.
“Alhamdulillah ini sudah bertemu Gus Yasin. Beliau menyampaikan akan mendampingi dan beri perlindungan,” kata Zuhdi dalam keterangan tertulis, Minggu (20/7).
Ia menilai, meski guru bukan sosok sempurna, namun upaya menegur demi membimbing murid merupakan bagian dari tanggung jawab pendidik.
“Kalau permasalahan kecil dibesarkan, akhirnya anak yang jadi korban. Kasus ini bahkan sempat viral. Anak jadi takut sekolah, guru tertekan, dan nama lembaga pendidikan ikut tercoreng,” ujarnya.
Yasin juga menekankan pentingnya peran orangtua dalam pendidikan karakter anak. Menurut dia, parenting adalah kerja sama antara sekolah dan keluarga, bukan ajang saling menyalahkan.
Pemprov Jateng, lanjutnya, akan memperkuat program “Kecamatan Berdaya” dan memperluas edukasi hukum hingga tingkat lokal, termasuk menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan paralegal agar masyarakat tidak mudah ditekan dalam perkara serupa.
Ia mengajak semua pihak untuk menurunkan ego, saling memaafkan, dan kembali pada tujuan utama pendidikan: membentuk anak-anak yang beradab dan bermanfaat. (KKMN-01)