Jakarta, KMN —-Meskipun data pemerintah menunjukkan sedikit penurunan angka kemiskinan secara nasional, Indonesia menghadapi tantangan serius dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan. Di balik data statistik yang tampak membaik, terdapat “bahaya yang mengkhawatirkan” yang menuntut perhatian segera dari pemerintah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 8,47% atau setara dengan 23,85 juta jiwa, angka yang diklaim sebagai rekor terendah dalam dua dekade terakhir. Namun, data ini kontras dengan gambaran yang disajikan oleh Bank Dunia pada Juni 2025, yang memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 194,7 juta orang atau 68,3% dari populasi, akibat pembaruan garis kemiskinan global.
Fokus utama dari kekhawatiran ini adalah lonjakan angka kemiskinan di perkotaan. Jumlah penduduk miskin di kota meningkat dari 11,05 juta orang (6,66%) pada September 2024 menjadi 11,27 juta orang (6,73%) pada Maret 2025.
Sebaliknya, tingkat kemiskinan di perdesaan justru mengalami penurunan pada periode yang sama.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengonfirmasi kenaikan persentase penduduk miskin perkotaan. Ia menjelaskan bahwa beberapa faktor pemicunya antara lain peningkatan jumlah setengah pengangguran di perkotaan sebanyak 460.000 orang pada Februari 2025 dan kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) laki-laki di perkotaan menjadi 6,06%.
Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan juga turut memberatkan daya beli masyarakat miskin di kota yang umumnya bergantung pada pasar.
Dr.Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyoroti bahwa penurunan tipis pada angka kemiskinan nasional sebesar 0,1 poin persentase hanyalah “fatamorgana statistik” Ia berpendapat bahwa pemerintah belum berhasil mengatasi fenomena “kemiskinan pekerja”, di mana seseorang tetap hidup dalam kemiskinan meskipun memiliki pekerjaan.
Askar mendesak pemerintah untuk tidak hanya bergantung pada bantuan sosial (Bansos) yang diibaratkannya seperti “perban untuk luka yang dalam”, melainkan fokus pada penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dan jaring pengaman sosial yang lebih kuat.
Lebih lanjut, Askar dan beberapa pihak lainnya juga menyoroti dampak buruk dari maraknya judi online yang semakin memperparah kondisi kemiskinan. Jutaan warga, termasuk dari kelompok berpenghasilan rendah, terjerat dalam praktik ini, yang berpotensi menciptakan kantong-kantong kemiskinan baru.
Peringatan ini ditujukan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk tidak hanya berpuas diri dengan sedikit penurunan angka kemiskinan nasional. Kenaikan jumlah penduduk miskin di perkotaan merupakan masalah serius yang memerlukan solusi efektif dan segera untuk mewujudkan kesejahteraan yang merata. (KMN-01)